Galeri Artikel : Pendidik dalam Dunia Kriminal


"Wagu tur saru" begitulah plesetan dari singkatan guru yang populer baru-baru ini. Kata "guru" yang seharusnya digugu lan ditiru berubah menjadi sosok yang buruk untuk dijadikan panutan. Pendidik yang tugasnya membimbing dan pemberi contoh yang baik berangsur-angsur mulai turun kredibilitasnya. Di Indonesia sendiri peran guru hanyalah sebuah "citra" belaka. Seperti Peristiwa Januari lalu yang menghebohkan dunia maya. Dimana seorang guru SMKN 3 di Semarang, Jawa Tengah, dilaporkan kepada pihak berwajib karena dugaan penganiayaan terhadap salah seorang siswanya. Tidak hanya itu, seorang guru di Cisoka, Tangerang, tega menendang siswanya dengan brutal. Hingga akhirnya guru tersebut kemudian dikeluarkan dari sekolah. Pertanyaan yang muncul dalam benak masyarakat adalah, apa yang menyebabkan terjadinya kejadian diluar etika tersebut? Tanpa disadari, kepercayaan terhadap tenaga pendidik perlahan-lahan memudar seiring meningkatnya kriminalitas antara guru dan murid.
Identitas pendidik tidak hanya dilihat dan dipandang dari seberapa tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh oleh seseorang. Tetapi juga dinilai dari sikap dan kewibawaan. Memberi tauladan yang baik secara abstrak maupun konkret. Tentu saja tidak bisa dipandang sebelah mata atau dari satu sisi. Bagi sebagian orang berpendapat bahwa tugas dan kewajiban seorang guru di sekolah hanyalah mengisi pelajaran dan memberi pekerjaan rumah. Opini yang salah dari masyarakat. Masa depan murid bisa jadi tergantung dari apa yang disampaikan atau nasihat guru di sekolah. Para pendidik lah yang membuka pikiran siswa untuk terus menatap masa depan atau malah stagnan di tempat. Namun apa jadinya jika kriminalitas semakin meningkat, bukan dari kalangan penjahat, tetapi dari kalangan seseorang yang berpendidikan. Siapa lagi kalau bukan para pendidik.
Tidak salah jika memberi hukuman bagi murid yang melanggar tugas dan peraturan. Tentu saja ada batasan dalam memberi sanksi, terlebih lagi harus memperhatikan fisik dan mental. Murid yang notabenenya adalah seorang remaja dibawah umur yang masih labil. Memiliki segudang kenakalan yang tidak ada habisnya. Disinilah letak beban yang dipikul seorang pendidik dalam dunia pendidikan. Berawal dari tersulutnya api emosi dalam dada seorang guru, dan dimulai dari kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan murid. Hingga berakhir dengan guru yang berubah profesi menjadi kriminal. Pemukulan, penganiyaan, bahkan pelecehan seksual. Seolah sedang digandrungi oleh para pendidik.
Seperti yang terjadi di SDN 04 Pagi, Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat. Seorang guru laki-laki dengan beratnya nekad mencabuli muridnya di area sekolah, seperti ruang kelas dan mushalla sekolah. Apakah orang tua harus menangis darah melihat perlakuan keji dari guru yang melakukan hal tidak senonoh pada anak-anak mereka yang masih belia? Dimana moral dan martabat dari seorang pendidik?
Realitas dunia pendidikan yang miris akan kriminalitas perlahan-lahan mulai merasuki pikiran masyarakat dimana muncul suatu kekhawatiran dan menggagaskan pandangan bahwa guru zaman now hanyalah status belaka, tidak lebih dari sebuah pekerjaan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan finansial. Krisis moral yang tiap harinya bertambah terus memacu stigma buruk dikalangan khalayak umum.
Menjadi seorang pendidik memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan. Pendidik bukan hanya sebuah profesionalitas dalam kelas, tetapi juga pencetak. Guru adalah ibu bagi negara. Tanpa pendidik mau dilarikan kemana masa depan generasi muda? Guru adalah pembimbing, pemandu, sekaligus konselor bagi murid-muridnya. Guru harus menjadi idola bagi siswanya, karena itulah tindak-tanduk seorang guru mesti dijaga. Seumpama guru adalah seorang kriminal, bagaimana dengan muridnya?
Kalimat "Semua guru itu sama" adalah yang paling sering dilontarkan masyarakat maupun para orang tua wali. Kalimat tersebut dapat diterjemahkan, bahwasanya seorang guru hanya mengejar nama, hanya sebagai tameng profesi yang lebih bijaksana, hanya sebagai topeng berbuat tidak senonoh (terhadap murid). Anggapan-anggapan yang mencuat satu persatu tersebut seolah menjadi rahasia umum yang berkembang menjadi buah bibir.
Tidak jarang wajah-wajah seorang yang berpendidikan sering muncul di layar televisi, bukan sebagai sosok panutan. Tetapi sebagai kriminal kebanggaan. Diseret paksa pihak parpol, dengan tangan diborgol. Atau di demo warga setempat karena kejahatannya.
Kalau sudah seperti ini, perlu adanya dicari akar permasalahan dari pendidik itu senditu. Dan ditelaah kembali sebab seorang pendidik menjadi kriminal. Memang benar bahwa siapa saja bisa menjafi seorang kriminal. Tetapi pendidik, guru, dosen, bahkan ustadz. Mereka adalah jembatan bagi generasi muda selanjutnya. Tentu saja berusaha menjadi sosok yang berkarakter itu sulit. Dan kenyataan memang tidak selalu semulus ekspektasi. Keberadaan akan kehadiran yang digugu (dipercaya) dan ditiru memang tidak mudah dicari. Namun masih dapat terus dicetak dan dibangun lagi dengan adanya generasi muda yang sadar akan kebutuhan pendidikan akan pendidik. Sosok-sosok baru, yang diharapkan masyarakat lebih profesional dan efisien dalam kegiatan belajar mengajar. Ada begitu banyak kriminal dan jenis-jenis kriminalitasnya. Namun jangan sampai ada "Pendidik dalam dunia kriminalitas". Pandangan pendidik sebagai kriminal harus segera dihilangkan dari ubun-ubun masyarakat.
Dok : Maret 2018

Popular posts from this blog

Anime Kyouko Suiri

Kakegurui Live Action Season 2 (2019)

Dorama Jepang Love Last Forever (2020)