Full Day School ; Pencerdasan atau Pembodohan?
Seperti yang sudah diduga sebelumnya, sekolah lima hari atau biasa disebut full day school seolah membayangi para pelajar di Indonesia, yang sarat akan pro dan kontra. Pemerintah menyalahkan pelajar atau pelajar yang menyalahkan pemerintah? Logisnya tidak ada pemerintah di negara manapun yang merelakan rakyatnya berotak bodoh. Dan langkah yang dipilih pemerintah untuk mencetak para pelajar yang lebih 'menjanjikan' dimasa depan adalah dengan mencoba menciptakan lingkungan "Full Day School" sebagai lingkungan baru di sekolah.
Ironisnya, apakah dalam pelaksanaan sistem sekolah lima hari itu sendiri telah disepakati oleh semua murid, wali murid serta masyarakat setempat? Apakah seluruh siswa dalam setiap sekolah telah sepakat menerapkan sistem tersebut sebagai model pembelajaran mereka? Tentunya tidak mungkin semua siswa menyetujuinya. Apalagi (maaf) bagi siswa yang agak terlambat dalam mencerna materi pelajaran, lebih lagi siswa yang malas belajar. Mereka akan berfikir bahwa model pembelajaran "Sekolah Lima Hari" hanya akan menyita waktu mereka dan membuat stres akibat materi-materi yang terus menggunung, belum lagi masalah Pekerjaan Rumahnya (PR).
Dilansir dari liputan6.com Presiden Joko Widodo menjelaskan bahwa tidak ada keharusan dalam menerapkan kebijakan sistem lima hari sekolah. Tidak ada kewajiban dalam hal itu. Sistem enam hari sekolah masih tetap dapat berjalan seperti biasanya. Bapak Presiden menegaskan berkali-kali bahwasanya "Full Day School" dalam penerapannya bisa dilanjutkan asalkan tidak ada keberatan dari semua pihak.
Sebagai contoh, salah satu negara maju yang menerapkan sistem full day school bagi setiap sekolah adalah Negeri Sakura, Jepang. Dimana siswanya diharuskan belajar dari pagi hingga sore, dan menghabiskan waktunya di dalam kelas. Ada juga yang masih turut menghadiri kelas di hari Sabtu, belum lagi kegiatan ekstrakurikuler yang setiap hari berlangsung bahkan di waktu liburan sekolah. Dan ditambah lagi, siswa di Jepang tiap kegiatan belajar mengajar berakhir, sebelum pulang sekolah, biasanya seluruh siswa bersama-sama membersihkan ruangan kelas. Hal ini merupakan salah satu ciri yang membuat masyarakat Jepang lebih disiplin dan tepat waktu. Dalam lingkup negara Jepang sendiri, full day school merupakan hal yang biasa karena pada dasarnya sistem pendidikan di Jepang memang telah ditetapkan dari awal.
Namun, mari kita simak kembali mengenai full day school dalam ruang lingkup budaya Indonesia. Karena pendidikan di Indonesia sendiri tidak hanya terdiri dari sekolah pagi hingga siang saja. Masih ada Madrasah Diniyah yang beroperasi di sore hari, dan sistem sekolah tersebut seolah telah mendarah daging sejak dahulu. Bahkan tidak jarang kita menjumpai guru yang merangkap mengajar di dua tempat, yaitu sekolah pagi dan sekolah sore atau Madrasah Diniyah. Lalu bagaimana nasib para guru dan murid jika sekolah lima hari diterapkan? Haruskah sekolah di sore hari dihilangkan supaya jadwal belajar mengajar tidak saling bertabrakan?
Sekali lagi Bapak Presiden, Joko Widodo menuturkan bahwa sistem Full Day School merupakan program "Pendidikan Karakter" dimana siswa dibebani oleh materi-materi dan tugas-tugas yang menumpuk dari guru. Namun siswa diharapkan lebih kritis, dinamis dan berkarakter dentan adanya materi dan tugas. Di samping itu masih ada kegiatan ekstrakurikuler sebagai wadah minat dan bakat siswa sebagai penunjang calon generasi muda cerdas dan berkarakter di masa depan. Sedangkan problem mengenai sekolah di sore hari yang bertabrakan dengan adanya full day school, sebenarnya hal ini bukan masalah, toh penerapan full day school sendiri bukan merupakan kewajiban bagi setiap sekolah. Jika memang dalam sebuah wilayah terdapat culture dengan pendidikan agama atau Madrasah Diniyah, dan masih berlanjut sampai sekarang. Maka sistem sekolah enam hari masih tetap dapat diaplikasikan. Bukankah dengan adanya sekolah di sore hari, sudah nampak seperti full day school itu sendiri? Siswa belajar mulai pagi hari dan berakhir pada siang hari, kemudian dilanjutkan pembelajaran di sore hari. Dan malamnya siswa tetap bisa berkumpul bersama keluarga dan mengerjakan pekerjaan rumah.
Oleh karena itu, penerapan sistem full day school harus diimbangi dan disepakati dari berbagai kalangan, terutama pihak sekolah yang akan menerapkan sistem "Lima Hari Sekolah" dan masyarakat setempat dari wilayah itu sendiri. Dan jangan beranggapan bahwa setiap model pembelajaran full day school mempunyai pengaruh buruk, khususnya pada kondisi kesehatan fisik dan psikis siswa. Karena dalam aplikasi yang sebenarnya kegiatan pembelajaran di sekolah akan dikemas semenyenangkan dan sekondusif mungkin, agar siswa tetap merasa senang dan menikmati hari-hari mereka di sekolah.
Jadi, pada dasarnya pemerintah ingin memajukan para generasi muda melalui sistem full day school. Tidak ada kata akan menjadi "bodoh" dalam setiap sistem pembelajaran apapun. Bangsa Indonesia merupakan "bekas" jajahan Jepang. Dan dilihat kembali, negara Jepang bahkan lebih maju dari negara Indonesia, padahal wilayahnya tidak lebih luas dari Pulau Sumatera. Jadi apa salahnya mencoba menerapkan sistem pendidikan yang mirip dengan mereka. Beberapa sekolah di Indonesia, khususnya wilayah perkotaan telah banyak yang menerapkan sistem program pendidikan berkarakter ini. Dan lebih fleksibelnya lagi, sistem lima hari sekolah bukan merupakan sistem program pendidikan wajib yang artinya sistem sebelumnya masih dapat diterapkan demi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif dan edukatif.